Minggu, 27 Maret 2016

CITRA PEREMPUAN JAWA PRIYAYI DALAM SERAT CANDRARINI KARYA PAKUBUWANA IX DAN RADEN MAS PANJI ESMUBRATA

Istilah perempuan berasal dari kata empu dan mendapat imbuhan per-an (Kris Budiman, 2001:77). Penggunaan istilah perempuan menjadi istilah yang lebih diterima dibandingkan dengan istilah wanita karena istilah wanita berhubungan dengan metatesis dengan kata betina yang lebih banyak dipergunakan untuk menyebut binatang.            Koentjaraningrat (1984), Sartono Kartodirjo (1987), Fransz Magnis-Suseno (2000), Kodiran (1979), dan Suripan Sadi Sutomo (2001) membedakan masyarakat Jawa tradisional menjadi 2 golongan, yaitu masyarakat Jawa priyayi dan masyarakat Jawa wong cilik. Masyarakat Jawa priyayi terdiri dari kaum pegawai dan intelektual. Keluarga bangsawan termasuk dalam kelompok priyayi. Sedangkan masyarakat wong cilik terdiri dari masyarakat biasa.
            Candrarini memiliki pengertian gambaran atau citra perempuan. Secara keseluruhan candrarini berarti gambaran ideal perempuan dalam kedudukannya sebagai seorang istri. Candrarini berisi nasihat jika perempuan ingin kekal pernikahannya, maka ia harus berperilaku baik dan mampu menjaga kecantikan tubuhnya luar dan dalam. Hal ini terjadi agar suami tetap setia berada disampingnya. Bagi perempuan priyayi, perceraian merupakan perbuatan yang hina, menghilangkan kebaikan diri dan pribadinya, serta bukti kegagalan dalam hidupnya. Maka, semua perempuan priyayi harus berusaha menjaga kelestarian pernikahannya. Agar kekal perbikahannya, maka Sinuhun Kanjeng Susuhunan Pakubuwana IX dan Raden Mas Panji Esmubrata (1939:1) menyarankan perempuan mengembangkan 9 watak dan tingkah laku antara lain setia kepada suami, sopan, mencintai sesama, terampil dalam berbagai kegiatan perempuan, pandai merawat diri, sederhana, pandai melayani suami, memiliki perhatian kepada mertua, dan gemar membaca buku yang terkait dengan keteladanan.
            Kesembilan watak tersebut merupakan watak yang dimiliki oleh 5 istri Arjuna seperti yang digambarkan oleh Pakubuwana IX dan 4 Arjuna lainnya yang digambarkan oleh Raden Mas Panju Esmubrata. Kesembilan istri digambarkan sebagai istri yang sempurna yang wajib ditiru tingkah lakunya oleh perempuan priyayi dalam kedudukannya sebagai istri.
            Penggambaran sosok ideal perempuan Jawa priyayi seperti halnya istri Arjuna dalam pewayangan ini dimaksudkan sebagai bahan perbandingan antara hal yang baik dan hal yang buruk dalam rumah tangga. Apabila perempuan Jawa priyayi tidak mencitrakan dirinya sesuai gambaran ideal tersebut, maka keretakan rumah tangga akan terjadi dan dapat menimbulkan kehancuran keluarga. Perceraian dikalangan perempuan priyayi merupakan hal yang sangat memalukan dan dengan berbagai upaya harus dihindari.

DAFTAR PUSTAKA
Partana, Paina dkk. 2011. ADILUHUNG: KAJIAN BUDAYA JAWA. Surakarta: CakraBooks untuk Institus Javanologi Universitas Sebelas Maret.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar